Minggu, 14 Maret 2010

Cost of capital

Biaya modal merupakan rata-rata tertimbang (weighted average ) yang terdiri dari biaya hutang (cost of debt) dan ekuitas perusahaan (cost of equity). Biaya hutang dihitung setelah dikurangi dengan pajak (after tax), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
( 1 – t ) x b
Dimana :
t. = pajak (tax rate),ditetapkan 30% (Markplus&Co, MAKSI UI,SWA, 2004)
b = interest rate, suku bunga kredit investasi BI
Sedangkan biaya ekuitas adalah lebih abstrak karena investor mempunyai spectrum yang luas pada alternatif investasi yang tersedia. Jika investor mengambil resiko yang lebih tinggi, maka mereka harus ditawarkan prospek yang mempunyai pendapatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu dapat dituliskan sebagai berikut :

Cost of Equity = Risk Free Rate + b ( Market Risk – Free Risk)
= Rf + b ( Rm - Rf)
Risk free rate (Rf) diperoleh dari obligasi pemerintah jangka panjang (long termgovernment bonds), sedangkan b sebagai indikator volatilitas relatif terhadap perusahaan diperoleh dari hasil perhitungan regresi harga saham perusahaan . Sedangkan Market Risk Premium sebagai faktor tambahan risiko perusahaan karena melakukan pembiayaan dengan menerbitkan saham ditetapkan 6%. (Markplus&Co, MAKSI UI,SWA,2004)

cara menghitung EVA

Economic Value Added (EVA) dihitung berdasarkan selisih antara tingkat pendapatan dari modal dan biaya modal kemudian dikalikan dengan nilai buku ekonomi dari modal untuk menjalankan bisnis tersebut.
EVA = (r – c*) x Capital
= ( Rate of Return - Cost of Capital ) x Capital
= NOPAT - c* x Capital

2.1.1.2.1 = NOPAT dan Capital
Ada beberapa penyesuaian yang perlu dilakukan dibanding dengan perhitungan ROE dengan formula standar, yaitu sebagai berikut :
Operating Profits - a Capital Charge
Dimana : NOPAT adalah Net Operating Profit After Tax


1. Menghilangkan efek meningkatkan efisiensi pada struktur capital dengan debt, sehingga harus menambahkan semua interest bearing debt ke common equity dan menambahkan interest expense pada debt ke garis akhir profit secara akuntansi, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

NOPAT
R =
Capital
Dimana :
r = Rate of Return on Total Capital
NOPAT = Income Available to Vommon Stockholder + Interset Expens after tax
Capital = Common Equity + Debt


2. Meningkatkan tingkat pendapatan adalah dengan menghilangkan distorsi keuang lainny , diselesaikan dengan menambahkan equity yang diberikan oleh pemegang saham prefren dan investor minoritas pada capital dan membawa pendapatan yang dialihkan kesumber equity ini kembali ke dalam NOPAT yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

NOPAT
R =
Capital
Dimana :
NOPAT = Income Available to Common Stockholder + Prefered Dividend+Minority interest provision+interest expense after takxes
Capital = common equity + preferred stock + mibority interest +all debt

3. menghilangkan distorsi akuntansi dari tingkat pendapatan dengan menambahkan cadangan equity equivalent ke capital dan perbuahan periodik dari cadangan tersebut ke NOPAT. Equity equivalent adalah cadangan pajak pendapatan yang ditunda. Cadangan nilai inventory LIFO. Kumulatif dari amortisasi goodwill, goodwill yang tidak tercata, intangibles, succesful efforts to full cost dan cadangan equity equivalent yang lain.

NOPAT
R =
Capital
Dimana :
NOPAT = income available to common stockholder + increase in equity equivalent + preferrd dividend+minority interest provision + interest expense after taxes
Capital = common equity +equity equivalents + preferred stock + minority interest +all debt

ROE (Return On Equity)

Untuk melakukan analisis profitabilitas yang merupakan hasil akhir dari berbagai keputusan dan kebijakan yang dijalankan perusahaan, diperlukan angka-angka indikator. Analisis profitabilitas ini memberikan jawaban akhir tentang efektif tidaknya suatu perusahaan. Profitabilitas dapat diukur melalui kemampuan perusahaan mempertahankan kebijakan deviden yang stabil sementara pada saat yang sama dapat mempertahankan kenaikan kekayaan pemegang saham dalam perusahaan.
Indikator profitabilitas menurut Brigham dan Gapenski (1994) terdiri dari Margin Laba Atas Penjualan ( Profit Margin on Sales), Basic Earning Power (BEP), Return on Total Assets (ROA) dan Return on Common Equity (ROE). Menurut buku ini ROE adalah rasio antara laba bersih dengan ekuitas pada saham biasa atau tingkat pengembalian investasi pemegang saham ( rate of return on stockholder’s investment).





Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

Net income available to common stockholders
Return on Common Equity(ROE)=
Common equity

Pada rumus diatas menunjukkan bahwa dengan meningkatnya laba bersih maka akan meningkat pula nilai dari ROE jika ekuitasnya tetap. Demikian pula sebaliknya dengan menurunnya laba bersih akan menurunkan nilai ROE. Menurut Bodie, Kane and Marcus (2002 ) Return on Equity ( ROE ) yang merupakan perbandingan antara laba bersih dengan ekuitas ini merupakan salah satu dari dua factor dasar dalam menentukan pertumbuhan tingkat pendapatan perusahaan. Ada dua sisi dalam menggunakan ROE, kadang-kadang diasumsikan bahwa ROE yang akan datang merupakan perkiraan dari ROE yang lalu. Tetapi ROE yang tinggi pada masa yang lalu tidak menjamin ROE yang akan datang masih tetap tinggi. Penurunan ROE merupakan bukti bahwa investasi baru pada perusahaan tersebut menghasilkan ROE yang lebih rendah dari investasi lama. Hal paling penting dari para analis adalah tidak perlu menerima nilai historis sebagai indikator dari nilai yang akan datang.
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang ROE, para analis menguraikan ROE menjadi beberapa perbandingan yang sering disebut dengan Du Pont System yang dapat dituliskan sebagai berikut :
Net Profit pretax profit EBIT sales assets
ROE = X X X X
Pretax profit EBIT Sales Assets equity





Dimana :
EBIT = Earning Before Interest and Taxes
Pretax Profit = EBIT – Interest Expense
EBIT / Sales = Profit Margin atau Return on Sales (ROS)
Sales / Assets = Assets Turnover (ATO)

Dari rumus diatas terlihat bahwa ROE berbanding lurus dengan ROS dan ATO. Jika Return on Assets (ROA) adalah perkalian ROS dengan ATO, maka ROE juga berbanding lurus dengan ROA.

EVA ( Ekonomic Value Added)

2.1.1.1 Pengertian Economic Value Added
Konsep EVA merupakan suatu konsep penilaian kinerja keuangan perusahaan yang dikembangkan oleh Stem Stewart & Co, sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Konsep EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian ke upaya penciptaan nilai perusahaan dan menilai kinerja keuangan perusahaan secara adil yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal awal yang ada (Widayanto,1994:188).
Dengan penghitungan EVA diharapkan dapat memperoleh hasil perhitungan pada upaya penciptaan nilai perusahaan (Creating a Firms value) yang lebih realistis. Menurut Kiryanto(1997:125) Nilai bisa diartikan “nilai guna, daya guna maupun benefits yang dinikmati oleh Stakeholders”. Hal ini disebabkan karena EVA dihitung berdasarkan kepentingan kreditur dan terutama para pemegang saham dan bukan berdasar nilai buku yang bersifat historis. Karena seorang investor yang rasional tentu akan mendasarkan keputusannya pada data keuangan yang paling up to date, bukan pada data yang bersifat histories.
Konsep EVA merupakan pendekatan baru dalam menilai kinerja perusahaan secara adil yang maksudnya konsep EVA memperhatikan sepenuhnya para penyandang dana dalam hai kepentingan, harapan dan derajat keadilan, yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimban (weighted) dan struktur modal awal yang ada (Widayanto, 1993:195). Sedangkan pengertian Economic Value Added menurut Widayanto (1993:115) adalah : EVA dilandasi pada konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan kita harus dengan adil mempertimbangkan harapan setiap penyedia dana (kreditur dun pernegung saham). Derajat keadilan tersebut dinyatakan dengan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal yang ada. Untuk itulah perlu pemahaman mengenai konsep ongkos modal (cost of capital) karena Nitami memang berangkat dari sini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa EVA merupakan suatu alat analisis finansial untuk menilai profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dan EVA mempergunakan biaya modal dalam perhitungannya. Selain itu EVA juga mempertimbangkan dengan adil harapan para penyandang dana, melalui perhitungan biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan. Konsep EVA merupakan suatu konsep baru yang berangkat dari konsep lama yaitu biaya modal (cost of capital). Konsep ini merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat dari penggunaan dana untuk pembelian barang dan modal ataupun modal kerja. Pengertian biaya modal itu sendiri menurut Van Home dan Wachowicz(1992:432) adalah : “Cost of Capital is the required rate of return on the vurious types of financing”.
Konsep cost of capital (COC) merupakan konsep yang sangat penting dalam kegiatan operasi perusahaan karena menyangkut 3 (tiga) hal. Pertama, berkenaan dengan keputusan pengaggaran modal yang membutuhkan perkiraan biaya modal untuk penganggaran yang tepat. Kedua, berkenaan dengan struktur keuangan perusahaan yang mempengaruhi tingkat resiko dan besarnya arus pendapatan sehingga mempengaruhi pula penetapan biaya modal, dan Ketiga, berkenaan dengan keputusan-keputusan lain yang memerlukan perkiraan biaya modal.(Weston dan Brigham, 1991 : 218). Dipandang dari sudut pembelanjaan perusahaan, konsep cost of capital dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh laba. Seperti pendapat Riyanto (1 995 : 246) bahwa konsep cost of capital tersebut dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya riil dari penggunaan modal dari masing-masing sumber dana.

Penilaian biaya modal ini harus dilakukan dengan cepat dan teliti, karena penilaian perusahaan sangat peka terhadap penggunaan biaya modal ini. Kalkulasi biaya modal dihitung dari cara pembiayaan yang digunakan yaitu pada pos-pos yang terdapat disisi kanan neraca misal utang, saham preferen dan sham biasa. Besarnya biaya modal menentukan besarnya biaya secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber (Riyanto,1995:245). Apabila hal ini dikaitkan dengan perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang dihitung dari biaya komponen modal dikalikan dengan komposisi masing-masing komponen. Daya beli masyarakat terhadap suatu jenis investasi juga akan mempengaruhi biaya modal (Martin dan Keown, 1993:299). Daya beli ini dipengaruhi oleh keadan ekonomi makro yang sedang terjadi jika keadaan ekonomi masyarakat baik, maka daya beli masyarakat akan naik, sehingga tingkat pengembalian akan turun dan akan dapat menekan biaya. Menurut Martin dan Keown (1993:299)
Cara menghitung EVA Dilakukan dengan mengurangi laba operasional setelah pajak dengan biaya modal yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk melihat apakah dalam perusahaan telah terjadi EVA atau tidak, dapat ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Widayanto(1994)sebagai berikut:
1 EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bungan. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik.
2. EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bungan. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik.
3 EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan pemegang saham.
Sebagai suatu masalah fakta, EVA ini hanyalah suatu ukuran yang dapat mendukung penilaian memandang ke depan dan prosedur-prosedur capital budgeting dengan suatu cara yang mana kinerja dapat dievaluasi. Untuk lebih bersifat praktek, EVA sebagai suatu alat ukur bisa digunakan untuk penetapan sasaran, mengevaluasi kinerja, penetapan bonus-bonus dan untuk capital budgeting. Menurut Roger Mills dan Carole Print (Mills, Print,1995:35), EVA merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur keuntungan/kerugian keuangan yang potensial diterima para pemegang saham
akibat strategi manajemen dalam akuisisi, investasi dan restrukturisasi.
Menurut MH Armitage dan Vijay Jog, EVA menarik karena tiga factor yaitu (Armitrage,Jog,1996,22):
1. Dalam membandingkan metode arus kas yang didiskontokan akan memberikan suatu nilai yang diharapkan pada suatu waktu dari investasi di masa depan, EVA menyediakan suatu pengukuran tahunan dari kinerja penciptaan nilai yang sebenarnya (bukanramalan).
2. Hasil EVA (positif/negatif) menelusuri lebih dekat ke kesejahteraan para pemegang saham dibandingkan dengan ukuran-ukuran tradisional yang lain.
3. EVA meluruskan strategi-strategi organisasi yang diinginkan dengan pengukuran kinerja yang akuran dan prosedur-prosedur kompensasi.
Oleh karena itu maka setiap perusahaan tentu menginginkan EVA naik, karena EVA adalah tolak ukur fundamental dari tingkat pengembalian modal (return of capital).


Menurut Mirza (1997:299) mengungkapkan kelebihan lain dari EVA adalah : EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan bebanbiaya modal sebagai konsekuensi investasi. perhitungan Eva dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian dengan menggunakan analisis ratio. Konsep EVA adalah alat pengukur karyawan perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil, dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan pedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih, pada perusahaan yang mempunyai struktur terdiri dari beberapa divisi suatu profit center, sehingga dapat dikatakan bahwa EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan Stakeholders Satisfaction Concepts yaitu memperhatikan karyawan, pelanggan, dan pemodal. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran yang praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan,sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari EVA menurut Siddharta (1997:176-177)adalah:
1. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan keputusan pemegang saham.
2. Dengan EVA para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimalkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan.
3. EVA membuat manajer memfokuskan perhatian pada kegiatan yang menciptakan nilai dan mengevaluasi kinerja berdasar kriteria memaksimumkan nilai perusahaan.
4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikansikan kegiatan atau praktek yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari pada biaya modal.
5. EVA akan menyebabkan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur modal.

Rabu, 16 Desember 2009

Kurangnya Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalisme KAP dalam kasus PT Kimia Farma

Kasus Kimia Farma
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Masalah yang terjadi
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Sebagai akibat dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
Salah satu dampak kasus PT Kimia Farma adalah pemerintah melalui menteri keuangan menerbitkan KMK no 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik, juga disertai Bapepam yang mengeluarkan peraturan no VIII.A.2 tentang independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal.
Dalam peraturan tersebut diberlakukan larangan rangkap jabatan KAP mulai November 2002. Dengan demikian, KAP dilarang memberikan jasa audit dan konsultasi keuangan lainnya secara bersamaan pada sebuah perusahaan publik. Selain itu, diberlakukan pula pembatasan penugasan audit, yaitu KAP hanya dapat melakukan audit atas sebuah klien paling lama 5 tahun berturut-turut, dimana partnernya paling lama 3 tahun berturut-turut. KAP dan partner baru dapat menerima penugasan audit untuk klien tersebut setelah selama 3 tahun berturut-turut tidak mengaudit perusahaan tersebut.

Comment :

Kasus PT Kimia Farma awal tahun 2002 memang tidak terjadi adanya penyelewangan dari Auditor independent yang melakukan audit pada perusahaan tersebut seperti yang biasanya terjadi dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan para auditor-auditor independent. Pada kasus ini terjadi kecurangan yang dilakukan sendiri oleh dari pihak perusahaan, disini PT Kimia Farma mencatat laba yang lebih tinggi dari yang sebenarnya terjadi dengan tujuan agar nilai saham PT Kimia Farma di bursa tidak anjlok .
Auditor disini telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar audit yang berlaku umum. Walaupun KAP telah melakukan dengan prosedur tetapi KAP belum menerapkan Prinsip etika profesi akuntan yaitu Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, karna ada hal yang tertinggal dalam pemeriksaan, dan ini mengakibatkan penyajian informasi yang salah kepada para pengguna informasi keuangan PT Kimia Farma.
Seperti pernyataan diatas pihak KAP dikenakan sanksi yaitu denda 100 juta rupiah, denda ini diperlukan dan ditujukan agar tidak ada KAP yang melakukan Material Misstatement atau salah saji material yang bisa membuat para pengguna informasi keuangan mengalami kerugian atas informasi yang salah secara material. Dan diharapkan kejadian seperti ini tidak terjadi lagi dan diharapkan para auditor independent dapat lebih hati-hati dan lebih teliti lagi dalam mengadakan pemeriksaan terhadap perusahaan yang diauditnya dan tetap menjaga prinsip-prinsip dan kode etik profesi akuntan independent.


Daftar Pustaka :
http://www.scribd.com/doc/14650989/Kode-Etik-Profesi-Akuntan-Publik
http://imanph.wordpress.com/2007/12/12/dampak-financial-number-game/
http://www.infoanda.com/id/link.php?lh=B1INBAAEVwpT

Sabtu, 14 November 2009

tgs

Tugas Remedial Komputer “Adobe Photoshop”

Nama : Gatti Lestari

Kelas : XII Ipa 5

Langkah – langkah dalam Memodifikasi gambar dan teks :

1. Buka Applikasi Adobe Photoshop,

2. Kemudian Klik Menu File, Pilih menu Open, Lalu pilih gambar yang diinginkan,

3. Untuk menambahkan teks Klik icon Horizontal Type Tool (T) , kemudian letakan kursor pada posisi gambar yang ingin ditambahkan teks, lalu gunakan Klik and Drug untuk menentukan ukuran dari layer teks yang baru.

4. Gunakan menu Set the font size untuk mengubah ukuran teks, gunakan juga menu set the font family untuk mengubah jenis teks, dan juga gunakan menu set the teks colour untuk mengubah warna tulisan.

5. Kemudian untuk menambahkan gambar yang lain kita pilih menu fie, lalu piih open , kemudian pilih gambar yang diinginkan.

6. Piih icon magic wand tool, klik pada gambar sapi , gunakan Ctrl dan Shift untuk merapihkan area gambar sapi yang dipilih. Jika sudah , pada gambar yang sudah diselect tadi pilih menu edit pilih copy, lalu kembali ke gambar yang pertama tadi lalu pilih edit dan klik paste.

7. Kemudiah klik Icon move tool untuk memindahkan gambar sapi ketempat yang diinginkan.

8. Klik file lalu pilih save as, kemudian gambar tersebut di save dengan format JPEG(*.jpg)

9. Buka kembali gambar yang kita save tadi kemudian klik filter lalu pilih distort, pilih menu Diffuse Glow, kemudian atur ukuran Graniness, Glow Amount, dan Clear amount .


10. Lalu pilih OK dan Jadilah gambar yang diinginkan.

Rabu, 28 Oktober 2009

JURNAL ETIKA PROFESI AKUNTANSI

PROFESIONALISME, PENGETAHUAN AKUNTAN PUBLIK DALAM
MENDETEKSI KEKELIRUAN, ETIKA PROFESI DAN
PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS

Arleen Herawaty1 dan Yulius Kurnia Susanto2
1Trisakti School of Management, Jl. Kyai Tapa No.20 Grogol, Jakarta 11440
arleen@stietrisakti.ac.id, 2siou_chiang@yahoo.com

ABSTRACT
The aim of this study was to examine the effect of professionalism, auditor’s knowledge for
errors and professional ethics on materiality level judgement in the auditing process of financial
statements. Data were obtained by survey questionnaires, which were completed by accountants who
work at Registered Public Accountants, started from senior up to partner level. Samples were obtained
through convenience sampling. Data were analyzed using multiple regression analysis. The result of this
study showed that professionalism, auditor’s knowledge for errors and professional ethics have
significant and positive influence to materiality level judgement in auditing process of financial
statements.

Keywords: Professionalism, auditor’s knowledge for errors, professional ethics and materiality
level judgement.

Nie dia link asli dari penulisnya dalam bentuk pdf,
download aja yach
http://lpks1.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/AKT14.pdf